CAMERAJURNALIS.COM, MAKASSAR - Sebuah insiden yang melibatkan pelapor Nur Faizah dan terlapor Elma Yunita serta Dg. Odang di Desa Pattangga, Kecamatan Bola, mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran etika oleh seorang oknum Kadus. Kejadian ini bermula ketika Nur Faizah, yang berstatus sebagai menantu, datang ke rumah mertuanya yang sedang berduka untuk mengambil barang-barang milik almarhum. Namun, situasi tersebut berujung pada pertikaian yang melibatkan kata-kata kasar dan tindakan kekerasan. Desa Pattangga, Kec. Bola, Kabupaten Wajo (05/02/2025).
Menurut kronologis kejadian, Nur Faizah tiba di rumah mertuanya delapan hari setelah kematian, namun ia dihalangi oleh orang tua almarhum yang masih dalam suasana berduka. Dalam keadaan marah, Nur Faizah melontarkan kata-kata yang tidak pantas, seperti "tomatoa asu" dan "telasonu maneng ko tu," yang memicu kemarahan dari pihak keluarga almarhum. Akibatnya, Elma Yunita menampar Nur Faizah di bagian kepala, sementara Dg. Odang menarik rambutnya, yang semakin memperkeruh situasi.
Setelah insiden tersebut, Nur Faizah melaporkan kejadian itu ke Polsek Bola. Namun, yang menjadi sorotan adalah peran kakak iparnya, Adi Jaya, yang merupakan Kepala Dusun Cellue, Desa Manurung. Alih-alih berperan sebagai penengah dalam konflik tersebut, Adi Jaya justru diduga memprovokasi Nur Faizah untuk tidak berdamai dengan pihak keluarga almarhum. Tindakan ini sangat disayangkan, mengingat seharusnya seorang aparat pemerintah desa berfungsi untuk menengahi dan menyelesaikan permasalahan di masyarakat.
Pihak pemerintah desa dan beberapa tokoh masyarakat berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Nur Faizah tetap bersikukuh untuk melanjutkan laporan, yang diduga dipengaruhi oleh provokasi dari Adi Jaya. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah serius dalam kepemimpinan dan etika aparat desa yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat.
Dug aan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas dan tanggung jawab seorang aparat desa. Seharusnya, Adi Jaya sebagai Kepala Dusun berperan aktif dalam meredakan ketegangan dan mencari solusi damai, bukan justru memperburuk keadaan dengan memprovokasi salah satu pihak. Tindakan ini mencerminkan kurangnya pemahaman tentang tugas dan fungsi seorang pemimpin di tingkat desa.
Lebih lanjut, tindakan Adi Jaya yang mengantar Nur Faizah untuk melanjutkan perkara hingga ke tingkat Polsek dan Polres Wajo menunjukkan bahwa ia tidak hanya gagal dalam menjalankan tugasnya, tetapi juga berpotensi memperkeruh situasi yang sudah tegang. Hal ini dapat merusak hubungan antarwarga desa dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap aparat pemerintah.
Keluarga almarhum dan masyarakat setempat kini berharap agar pihak berwenang dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum Kadus yang diduga berperan sebagai provokator ini. Masyarakat perlu merasakan kehadiran aparat desa yang mampu menengahi dan menyelesaikan konflik, bukan justru menjadi bagian dari masalah. Kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih bijak dalam menyikapi permasalahan yang ada.
Penting bagi pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja aparat desa dan memastikan bahwa mereka menjalankan tugasnya dengan baik. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang adil dan bijaksana dari pemimpin mereka. Dengan demikian, diharapkan insiden serupa tidak terulang di masa mendatang dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa dapat terjaga.