CAMERAJURNALIS.COM, BEKASI - PT PLN Persero UIP Jawa Barat melakukan pembebasan lahan warga di Desa Pantai Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pembebasan ini sebagai bentuk kompensasi dampak pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Blok 007, Kampung Tanah Baru, RT 03 RW 003.
Warga yang berhak menerima kompensasi tersebut adalah keluarga ahli waris almarhum Misir bin Iming, yang tercatat memiliki 11 anak. Berdasarkan surat keterangan ahli waris, kesepuluh anak memberikan kuasa kepada salah satu ahli waris, Lebar, untuk mengurus dokumen dan bukti kepemilikan tanah. Namun, setelah berkas diserahkan ke pihak Desa Pantai Makmur, sudah dua bulan berlalu tanpa kejelasan. Berbagai alasan disampaikan oleh pihak desa untuk menunda proses tersebut.
Kekesalan Warga Memuncak
Pada Rabu (15/1), Lebar mendatangi kantor Desa Pantai Makmur untuk meminta kejelasan terkait dokumen yang belum ditandatangani. "Kalau memang tidak bisa diproses, kembalikan saja berkasnya!" ujar Lebar dengan nada kesal. Namun, salah satu staf desa, Dede, merespons dengan nada keras dan tidak profesional.
"Berkas apa? Itu masih banyak yang kurang lengkap!" ujar Dede sambil mengembalikan dokumen kompensasi Right of Way (ROW). Bahkan di hadapan para wartawan, Dede menyebut bahwa SPPT tanah sudah tidak berlaku, ahli waris lain meminta kuasa atas nama H. Asmin, dan terdapat ketidaksesuaian data antara objek tanah dan catatan di kelurahan. "Tanya saja sama H. Asmin! Dia tidak mau kalau surat kuasa warisnya Lebar. Udah, sana pulang saja!" katanya dengan nada kasar dan sikap yang jauh dari etika pelayanan publik.
Dugaan Permintaan Jatah Kepala Desa
Setelah kembali dari kantor desa, putra Lebar, Jayadi, menghubungi pamannya, H. Asmin, melalui telepon. Dalam percakapan tersebut, H. Asmin menegaskan bahwa dirinya tidak keberatan jika kuasa waris dipegang oleh Lebar. Namun, percakapan itu justru mengungkap dugaan serius: H. Asmin menyampaikan bahwa dari nilai kompensasi sebesar Rp76 juta untuk lahan 110 meter persegi, Kepala Desa meminta bagian Rp26 juta.
"Sisanya buat Kepala Desa, Rp26 juta," ujar H. Asmin dalam percakapan yang disaksikan oleh para wartawan di kediaman Lebar. Jayadi dan keluarganya merasa sangat kecewa dengan tindakan yang diduga dilakukan oleh Kepala Desa tersebut. "Ini seolah-olah ingin memecah belah keluarga kami demi kepentingan mereka sendiri," ungkap Jayadi dengan nada penuh kekesalan.
Kepala Desa Menghilang, Staf Bertindak Kasar
Ketika para wartawan mencoba mengonfirmasi tudingan ini kepada Kepala Desa Pantai Makmur, H. Mursan Hamdani, yang bersangkutan tidak berada di kantornya. Staf desa, Dede, kembali menunjukkan sikap tidak profesional dengan nada mengusir wartawan. "Tidak ada! Pak Kepala Desa tidak ada. Udah, sono, sono!" katanya dengan gaya seperti preman.
Kasus ini memunculkan kekecewaan besar di kalangan warga. Sikap aparat desa yang dinilai tidak transparan, tidak profesional, dan kasar semakin memperkuat dugaan adanya praktik kotor dalam proses pembebasan lahan tersebut. Warga berharap aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas.